3.3.09

... lentera akhir malam ...






Sepi …. hening

dalam gelap dan udara malam yang dingin

berhembus angin yang berbisik suara-suara daun basah,

di bawah taburan bintang-bintang di langit yang angkuh dan beku.

Malam ini aku kembali beranjak meniti jalanan

di tepian kota, bersama deretan

lentera-lentera yang bernyala redup.

Dalam udara yang dingin membeku,

setitik cahaya lentera yang kecil melawan gelap malam yang besar,

menyingkapkan sudut-sudut malam, kemudian membayang seperti

sebuah lukisan romantik kehidupan manusia yang sepi dan terasing

dalam bentang malam yang gelap, menawarkan kehangatan yang mengusap lembut,

merambati relung yang sempat dingin dan beku.

Kujelang lentera di akhir malam berderet

sepanjang tepi jalanan kota ini,

tanpa sanggup menatap lekat melawan pijarnya,

tanpa sanggup menghembus kata yang bisa meniup pijarnya,

tanpa sanggup berpaling meninggalkan nyala kecilnya,

dan ingin terus bersinar bersama,

menghabiskan sisa malam yang dingin.


Lentera akhir malam …. tetaplah dalam kelipmu yang kecil

Walau dalam gelap dan cahaya yang redup,

walaupun dalam keremangan senja dan kegamangan malam

atau dalam pagi yang masih sepi.

Lentera akhir malam ...

kutatap lagi kelip kecilmu tersenyum dan berkata padaku;

“wahai gadis kecil, tetaplah berjalan mencintai takdirmu,

teruslah mencintai hidup walau mungkin engkau akan terasing dan dikatakan jalang”.

karena nyala kecilku ini, kan selalu menyinarimu ...




*** teruntuk lentera kecil yang membiarkanku bersandar dalam pijarnya di malam itu ***

1 comment:

arzetha said...

pijarkan nyala lentera itu
untuk bekal perjalanan malam berikut
dan pastikan jaga nyala pijar
agar tetap menghangatkan sepanjang malam ini