1.3.09

the simple truth ... no more ... no less ...

Hari ini aku kembali menulis, setelah sekian lama, entah kapan, mungkin setelah sakit ibu makin parah, hingga akhirnya berpulang, tanpa sempat melihat "ulos hitam" permintaan terakhirnya, yang kubawa dan kugenggam erat sepanjang perjalanan menuju pulang.

Hari ini kuputuskan untuk kembali menoreh barisan kata, merangkai menjadi sebuah kalimat panjang, hingga membentuk sebuah alinea dramatis, yang bahkan mungkin aku sendiri tak yakin dan tak percaya bahwa inilah jalan hidup yang telah kulalui.

Hari ini aku menulis, setelah semalam aku menerima sebuah email, dari seseorang, bukan sahabat, bukan juga teman, tapi seseorang yang kukenal selama sebulan, saat aku ada dibawah pengawasannya.

Hari ini aku menulis, setelah aku membaca lekat dan dalam dari sebuah email, yang mungkin makin menggenapi rangkaian fakta, uraian kebenaran, dan gugusan kenyataan yang mengurai satu nilai pembelajaran yang berharga, dan sungguh semakin menenggelamkanku dalam sujud panjang.

Hari ini aku menulis, setelah aku menemukan jawaban atas segala pertanyaan, yang kudapat dari sebuah email bertuliskan "Mba Den, mohon maaf bahwa aku sedikit banyak terlibat dalam hal ini. Bukan karena kekuranganmu, tapi justru karena karaktermu terlalu kuat dan terbentuk begitu kuat dalam dirimu. Mba Den terlalu berkarakter, dan berjalan dengan penuh keyakinan untuk melakukan ini dan itu, dimana dimata perusahaan, hal itu justru membebani karena perusahaan tidak akan bisa merubah karaktermu. dimana itu berarti bahwa perusahaan dan Mba Den gakkan bisa berjalan beriringan."

wew !
Inilah kenapa aku kembali ingin menulis hari ini. Bukan untuk orang lain, tapi untuk diriku sendiri. Untuk selalu teringat akan adanya hari ini. Hari diantara rentetan hari-hari lain yang pernah terlewati dalam perjalananku. Hari yang membuatku berhibernasi. Hari yang membuatku menyelami episode-episode drama dengan beraneka warna untaian skenario dimana aku menjadi pemeran utamanya. Bahwa aku pernah berperan sebagai gadis kecil pemberani meski hidup berpindah-pindah dari satu saudara ke saudara yang lain. Bahwa aku pernah berperan sebagai gadis dari kelas bawah diantara gadis gemerlap. Bahwa aku pernah memerankan sebuah kegagalan di masa kuliah yang membuatku menjadi seorang single parent dari seorang malaikat kecil yang cantik. Bahwa aku kemudian berperan sebagai seorang single parent yang benar-benar sendiri tanpa keluarganya tau dan harus bergelut diantara kerja, menyelesaikan kuliah, dan menjadi ibu. Bahwa aku pernah berperan ganda sebagai seorang ratu kecil dalam sebuah gelombang jazz, sekaligus lampu pijar yang nyalanya kian redup oleh gelimang angin dan topan yang melingkupinya. Bahwa aku pernah memerankan pedansa resah yang terombang-ambing karena kehilangan bundanya tanpa sempat melihat saat terakhir. Dan Bahwa aku juga pernah menikmati peran sebagai seorang bintang kecil dimana kemudian akhirnya hilang ditelan malam. Dan bahwa aku pernah berperan sebagai perempuan di titik nol yang dipermainkan untuk kemudian dicampakkan karena status single parent dianggap tak layak.

Hari ini aku kembali menulis, bukan untuk orang lain, tapi untuk diriku sendiri. Untuk kujadikan pegangan yang kan selalu mengingatkan. Untuk kujadikan satu bab indah lengkap dengan semua sub bab yang menghiasinya dalam sebuah buku pelajaran bersampul putih bertinta emas. Bukan matematika. Bukan fisika. Bukan PPKN. Bukan pula Sastra. Tapi buku saku kecil berjudul "TItik BAlik 286".

Hari ini aku kembali menulis, setelah kubaca email dan teringat dialog terakhir malam itu, "kalo memang saya dianggap kurang mampu, saya memilih mundur dan tidak ingin memperpanjang lebih lama lagi. Dan kalo memang nantinya saya dianggap kurang mampu, tolong tunjukkan di bagian mana lengkap dengan detailnya." Satu dialog yang kemudian mengakhiri meeting malam itu. Satu dialog yang kemudian menandai berakhirnya masa kerjaku 3 hari kemudian dan membuatku memutuskan kembali ke asal dan menikmati masa-masa pencarian kerja. Satu dialog yang baru kudapatkan jawabannya dari sebuah email 3 minggu kemudian.

Hari ini aku kembali menulis, tentang sebuah fakta nyata yang berubah menjadi kebenaran sederhana yang tanpa dibuat-buat dan benar adanya. Tentang sebuah "Aku vs Karakter". Tentang sebuah karakter kuat yang justru ternyata disatu sisi adalah sebuah kelemahan dan bukanlah kelebihan. Tentang sebuah karakter kuat yang ternyata mampu menyeretku kedalam penyelaman jauh ke dasar untuk mengungkap semua rahasia.

Hari ini aku kembali menulis, untuk sedikit banyak membuka mataku sendiri, bahwa karakter kuat yang dimata banyak orang menempel erat dalam langkah dan tiap hembusan nafasku ternyata tidak selalu menjadi sumber kelebihan dan kekuatan, malah menjerumuskan. Bahwa memiliki karakter kuat yang selama ini dianggap satu kelebihan oleh banyak orang ternyata bukanlah benar-benar kelebihan.

Hari ini aku kembali menulis, tentang sebuah penemuan untuk diriku sendiri. Tentang sebuah titik balik. Tentang sebuah penarikan diri dari kehidupan. Bukan pengurungan diri. Tapi penarikan diri, sedikit mundur ke belakang, untuk melihat dan mengamati dari jauh. Penarikan diri yang berbuah ketenangan. Penarikan diri yang berbuah kerikhlasan. PEnarikan diri yang berbuah pemikiran matang atas kesimpulan-kesimpulan dari rahasia alam yang kian terbuka.

Dan akhirnya hari ini aku kembali menulis, bukan untuk orang lain, tapi untuk diriku sendiri. Untuk menyelami semua lakon yang pernah termainkan. Dan kemudian aku mendapati, bahwa aku bahagia pernah memerankan semua itu. Bahwa aku tidak menyesal pernah terlibat dan bermain di dalamnya sebagai pemeran utama. Bahwa aku bersyukur atas semua peran yang pernah kumainkan yang lebur dan menjelma menjadi sebuah karakter, meski kemudian membuatku terjatuh.

Dan akhirnya hari ini aku menulis, bukan untuk orang lain, tapi untuk diriku sendiri. Untuk mengungkap satu kebenaran sederhana, tidak lebih, tidak kurang, dan tidak dibuat buat. Untuk satu kemenangan bagi diri sendiri. Untuk satu rasa syukur bahwa aku terlahir sebagai aku dengan jutaan peran yang membuatku tetap mampu berjalan hingga sejauh ini. Dan untuk menyalurkan sedikit kekuatan pada sesama jenis dengan skenario dan peran yang sama. Dan untuk satu keyakinan, bahwa baik atau buruk yang terjadi, tidak ada hal yang sia-sia untuk dilakukan....


2 comments:

Unknown said...

panjang, lelah dan getir. membacanya seperti menonton slide film. aku membayangkan mata lentik itu basah dan menggenangi huruf demi hurufnya. andai aku mampu mengusapnya...

Anonymous said...

ojo diusapi ton...

...bukankah jiwa tak akan berpelangi jika mata tak meneteskan air mata...